Bajakan, lalu Beralih ke yang Asli: "Jejepangan"
Ini, secara mengejutkan, adalah bagian ke-2 dari "Bajakan, lalu Beralih ke yang Asli".
Bicara soal Jepang yang memasuki Indonesia, ya, sebenarnya mesti dilihat dari sejak zaman mereka menjajah negara kita. Tapi semakin kita memahami apa saja yang terjadi selama zaman pendudukan Jepang itu, bisa dibilang semakin tidak menyenangkan juga mengenal Jepang sebagai suatu negara. Ini bisa kalian cari sendiri lah, karena yang ada di buku pelajaran sejarah tidaklah lengkap dan hanya mengikis permukaannya saja. Karena blog ini bukan mau membahas soal itu.
Tapi sebenernya budaya populer Jepang itu masuk ke Indonesia sudah lama juga, bukan hanya dari awal 2000-an semata. Pada medio 1980-an, animasi, buku komik dan film superhero Jepang (selanjutnya akan disebut sebagai tokusatsu) mulai masuk ke Indonesia. Animasi dan tokusatsu masuk ke Indonesia dengan format kaset betamax. Kaset Betamax atau Beta, bagi yang belum familiar, sebenarnya mirip dengan format kaset VHS, tapi dengan kualitas yang lebih tinggi atau baik dibanding VHS.
Hal yang paling lucu sebenarnya adalah dari sisi manga, atau buku komik asal Jepang. Komik Jepang sendiri masuk ke Indonesia melalui penerbit legal kenamaan yang masih ada hingga kini, tidak lain tidak bukan adalah Elex Media Komputindo. Meskipun demikian, ternyata komik Jepang bajakan sudah ada juga dari sekitaran masa itu. Nama penerbit itu adalah Rajawali Grafitti, mereka dikenal memasukkan judul-judul lain yang tidak masuk lewat Elex. They did absolutely wacky translations in the comic books, bahkan Jojo's Bizarre Adventure aja diterjemahin jadi Misi Rahasia. Wow, padahal di Jojo's sendiri aja kayaknya nggak ada yang rahasia.
Seiring berjalannya waktu juga, khususnya selama tahun 1990-an, judul-judul komik yang masuk secara legal mulai bertambah, dan serial TV, baik anime, dorama (serial drama Jepang) maupun tokusatsu, mulai tayang di stasiun televisi nasional (TVRI) dan televisi swasta. Sebagai orang yang tumbuh besar di tahun segitu, it was definitely good time. Sampai krisis moneter Asia menyerang. Tapi tentunya tidak menghentikan berbagai judul anime untuk masuk sini sih selepas krisis finansial itu. Captain Tsubasa, Let's&Go, Honey Bee Hutch, Time Bokan, Gundam, Kamen Rider, Ultraman, semua merapat ke sini karena target audience-nya ada dan meningkatkan rating buat si stasiun TV yang menayangkan.
Di awal tahun 2000-an ya... Di masa ini jugalah mulai muncul majalah yang membahas budaya populer Jepang atau jejepangan. Gue sebut nama aja ya, ada Animonster, Anima, Animix... Terus apalagi ya? Oh, nggak afdol kalo nggak nyebut pemain lama juga, ada tabloid Fantasi, tabloid Bona, majalah Mentari Putera Harapan, Game Master, mereka-mereka yang ada di masa lampau itu lah. Tapi memang penggemar jejepangan ini secara garis besar terbentuk sebagai "generasi Animonster", termasuk gue.
![]() |
Nemu di Facebook |
Nah, ini hanya asumsi gue sih, tapi dengan munculnya majalah-majalah ini, serta tayangan dari Jepang yang masuk televisi Indonesia masih sangat sedikit, muncullah budaya menikmati tayangan dari pekerjaan fansub (singkatan dari fan-subtitling) dan juga nge-torrent, yang sempet gue bahas di blog yang kemarin. Gue nggak terlalu ngerti banget yang namanya fansub, untuk acara dari Jepang apapun itu, tepatnya awal muncul atau tenar di tahun berapa, tapi yang bisa gue inget adalah kalopun nggak torrent sendiri, dengan kecepatan internet yang sangat payah juga, ada juga yang memperolehnya dengan membeli DVD bajakan. Bahkan salah satu toko hobi budaya populer Jepang yang ada di Jakarta sempat menjual DVD bajakan dari tayangan anime dan tokusatsu.
Gue tahu toko ini juga pas gue masih SMP, dari iklan di majalah Animonster tersebut, jadi dari sekitar... Tahun 2005. Toko itu juga merupakan langganan gue untuk membeli model kit gunpla waktu mereka masih punya cabang di Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat. Harga DVD-nya mahal sekali entah kenapa, mungkin karena demi bayar sewa toko di lokasi yang terhitung elit di masa itu kali ya. Normalnya kalo kita mampir ke pedagang DVD bajakan, mereka menjual paling mahal dengan harga Rp 9000,- per keping, di toko ini bisa dijual dengan harga mencapai empat kali lipatnya per keping. Gila bukan untuk barang bajakan saja dipatok dengan harga segitu?
Gue pun ya merasakan yang namanya beli DVD bajakan demi mengikuti serial kamen rider yang gue ikuti di masa itu. Kualitas tayangannya, yang berisi 3 episode dalam 1 keping, ya kadang bagus, kadang benar-benar pecah dan cenderung nge-lag, meskipun sudah tes disetel sama yang jaga lapak DVD bajakan itu hahaha.
Tapi mengenai fansub sendiri... Ada beberapa pandangan yang harus disikapi mengenai keberadaan mereka. Tim fansub itu terdiri dari orang-orang yang secara sukarela tidak dibayar (ada juga yang berbayar meski sifatnya donasi sukarela juga dari penonton) menerjemahkan tontonan yang mereka ikuti. Dalam satu tim itu umumnya terdiri dari penerjemah, typesetter, dan quality checker dan tentu saja ada yang mengerjakan semua ini sendirian. Mereka ini biasa nge-rip dari streaming TV yang menayangkan langsung dari channel TV di Jepang sana. Umumnya juga episode yang mereka kerjakan fansub-nya ini tayang paling cepat beberapa jam setelah penayangan di Jepang, maupun sehari atau seminggu setelah penayangan aslinya.
Nah keberadaan fansub ini adalah untuk meningkatkan awareness/kesadaran masyarakat, bahwa Jepang punya konten yang seperti ini, itu dll; meskipun yang mengunduh dari situs torrent ini ujung-nya sesama penggemar juga. Di sisi lain, keberadaan mereka juga ditentang karena mereka juga dianggap sebagai pembajak. Gini, gini, di paragraf atas memang gue menyebutkan ada tim fansub yang menerima donasi dengan jumlah seikhlasnya dari para penonton, biasanya lewat Paypal. Meskipun sebenarnya, produk fansub ini seringkali tidak mengambil untung juga, khususnya dalam tontonan yang mereka berikan subtitle, mereka juga menyematkan kalimat berikut:
"This is a free fansub: not for sale, rent, or auction"
Kalimat ini muncul agar mereka yang mengerjakan fansub ini tidak disamakan dengan pedagang barang palsu atau barang bajakan. Meskipun sialnya, secara spesifik di sini malah jadi lahan bisnis DVD bajakan, terutama dari dulu sebelum 2010. Tapi ini terjadi karena tidak semua orang punya akses internet yang berkualitas baik untuk mengunduh file video tersebut melalui cara torrent. Disamping tidak ingin dianggap sama dengan pembajak, para fansubber ini juga sebenarnya malah mendukung pengikutnya (penonton) untuk membeli karya yang asli. Jika konteksnya serial TV berarti ya membeli boxset DVD-nya ketika rilis nanti.
Hal yang tidak kalah penting berikutnya adalah kembali lagi ke manga atau buku komik. Manga juga tidak lepas dari bantuan scanlation (singkatan dari scan dan translation)
Scanlation pada dunia manga melibatkan judul-judul besar, kecil/pendatang baru maupun yang terbit secara independen, alias doujinshi. Judul besar? Tentunya kalian sudah tahu lah ya apa saja judul besar itu. Doujinshi? Nah ni gue kasih tahu juga ya, doujinshi itu nggak melulu soal komik pornografi ala Jepang, bisa saja komik-komik bersih yang memang cara nerbitinnya independen/self-publishing. Mindset kita perlu diperbaiki habis-habisan bosku wkwkwkwkwk...
Scanlation juga secara teknis sama-sama bikin rugi pengarang maupun penerbit layaknya membajak tontonan di TV maupun bioskop Jepang. Meski metode persebarannya scanlation ini juga adalah demi orang aware bahwa Jepang membuat suatu konten tertentu yang menarik, permasalahannya adalah pendapatannya tidak langsung masuk ke penerbit maupun pengarangnya. Bagaimanapun juga, lagi-lagi yang membuat dunia ini berputar adalah uang. Kita beli karya asli, uang masuk ke penerbit dan pengarang, mereka mau lanjut berkarya lagi.
Membingungkan ya? Ini juga belom masuk ranah video game, bahkan juga video pornonya Jepang, karena masih bersinggungan juga dalam topik blog kali ini. Eh tapi video porno Jepang mah nggak usah dibahas lah, udah lain hal dan gak bakal nyambung juga wkwkwkwk...
Duh yang video game itu jadi blog sendiri deh, gak bisa spesifik di sini aja.
Dibalik Itu Semua...
Ternyata malah ada satu jaringan toko hobi di pulau Jawa ini, toko mainan dan video game sih tepatnya, yang bisa dibilang sudah bekerja sama dengan produsen mainan dan action figure asal Jepang agar distribusi merchandise dari apa yang orang tonton bisa diperoleh dengan mudah. Gue nggak ngerti kerjasama yang direncanakan detilnya bagaimana, tapi jika salah satu produsen action figure ini sadar bahwa tayangan-tayangan di negara asalnya tidak ditayangkan secara resmi di sini, apakah itu terdengar adil untuk... Studio produksi tayangan tersebut?
Karena para studio produksi tersebut, baik itu animasi maupun live action, kan mengandalkan jalur resmi; bisa dari rating di TV, jumlah penonton di bioskop, atau pembelian boxset DVD atau blu-ray. Kalaupun mengandalkan dari penjualan merchandise, seperti misalnya action figure, itu sendiri ada hitungan bagi hasil baik ke produsen action figure dan studio produksinya; yang mana sebenernya itu dampaknya belum tentu besar banget meskipun itu hitungannya menikmati konten buatan Jepang secara resmi.
So what do we do now?
Seperti yang tadi gue sempet ketik di atas, di sekitar bagian fansub, dukung karya aslinya ketika ada. Lah tapi kan DVD boxet aja nggak masuk sini? Nah salah satu jawabannya adalah nonton di Netflix. Netflix, khususnya untuk wilayah Indonesia, memang sedang nyari pengguna baru. Salah satu cara mudah menarik pengguna baru adalah memberikan tayangan yang sekiranya sesuai minat orang kita juga. Drama Korea (Selatan) sih tentunya yang paling digaspol untuk ada di Netflix. Sejumlah judul anime yang mainstream yang biasa orang nonton lewat jasa fansub pun masuk;
Tidak lupa juga beberapa film anime maupun tokusatsu mulai tayang di bioskop sini. Kalo yang gue sebut di blog gue kemaren, di bioskop inisial "C(1)" dan "C(2)". Film-film ini akhirnya masuk karena distributor kita di sini, serta yang di Jepang sana sadar bahwa "di Indonesia juga ada potential target market loh". Dan ya begitulah, tayang juga akhirnya di sini. Meskipun sempat ada permasalahan besar sekaligus konyol, seperti orang yang livestreaming di medsosnya ketika di dalam bioskop menonton film Jepang yang kebetulan sedang tayang di sini.
Imbasnya? Pihak Jepang dan distributor bener-bener ngambek dan sempet mengeluarkan ultimatum bahwa tidak akan ada penayangan film animasi Jepang lain lagi untuk negara ini. Itu orang satu itu bener-bener idiot juga, njir. Maksudnya, kalo di blog kemaren gue sempet bahas bahwa kualitas handicam itu buruk, ini ada orang yang secara harafiah merekam film tersebut dalam format livestreaming di media sosial. Satu tindakan itu saja udah bisa bikin pihak official ngambek, padahal potensi pasarnya di sini ya ada.
Kalo tokusatsu? Wah ini jujur aja masih lumayan sulit. Seada-adanya alat transformasi ultraman atau kamen rider yang dijual di jaringan toko hobi yang sempet gue sebut di atas, tayangannya tentu tidak langsung masuk sini, karena prioritasnya adalah di Jepang dulu, selebihnya adalah kontrak kerja atau hak tayang di negara yang mau menayangkan serial tersebut. Kecuali serial ultraman, yang sampai saat ini masih mau menayangkan serialnya untuk audience di luar Jepang melalui channel YouTube resminya Tsuburaya Production. Bisa dibilang Tsuburaya Production melakukan ini bukan tanpa alasan sih, tapi itu bisa kalian cari sendiri lewat Google.
Selain serial ultraman pun, kita mestinya bangga dan bisa mendukung RTV sebagai stasiun TV yang saat ini berani menayangkan kembali serial tokusatsu. Kamen Rider Ex-Aid, Kamen Rider Build, Uchuu Sentai Kyuranger, Patranger VS Lupinranger, Ultraman Orb, Ultraman R/B, bahkan Ultraman Taiga saat ini sudah ditayangkan di channel RTV Indonesia. Apakah ini berkah? Tentunya. Taken for granted loh, lu nggak bayar, tahu-tahu mereka nayangin. Ngedukung usaha mereka gimana? Ya tonton lah di TV. Bahkan gue kaget anak kecil sekarang mulai aware dan suka sama para jagoan tokusatsu itu. Strangest timeline we live in, eh?
Kalo dari segi video game sih, kita beruntung ya Steam dan PlayStation itu udah aware akan keberadaan negara kita sebagai target market. Alhasil kita bisa menikmati video game asli, dan bisa dibeli dengan akses pembayaran yang udah gampang banget juga. Oh iya ini nanti akan jadi blog sendiri saja deh. Tapi sedikit teaser mengenai pembahasan video game bajakan itu sendiri ada di sini (kalau memang cukup bahan untuk jadi postingan blog baru), khususnya dimulai pada durasi 15:31:
Sekian blog yang kepanjangan ini. Capek ngetiknya dan entah terbengkalai berapa lama ini.
Sampai jumpa di postingan berikutnya.
Komentar
Posting Komentar