Bajakan, lalu Beralih ke yang Asli: Film
Pernah ada di fase ini?
Atau mungkin masih terjebak dengan yang bajakan?
Gue pengen membahas perihal "mending bajakan atau ori?". Disclaimer: gue bukan orang putih bersih, gue masih "membajak" tapi gue gak perlu bilang pada hal apa secara spesifik; intinya, gue mengakui gue pun nggak bersih juga orangnya, bahkan demi menulis blog ini.
![]() |
Dokumentasi pribadi. Ya, ini koleksi DVD ori gue waktu yang namanya Disc Tarra dan sejenisnya masih ada |
Halooo~ Jari-jareeeeee?! (buset anak 90-an banget nih). Oke gimana kabar kalian semua? Sehat? Semoga kalian masih sehat-sehat ya, mengingat ini masih musim pandemi, penting untuk selalu jaga kebersihan dan kesehatan jasmani. Don't you die, will you?
Langsung aja gue pengen membahas soal mending bajakan atau asli? Legal atau ilegal? Untuk blog kali ini gue pengen mulai dari dunia perfilman/sinema dulu aja. Semoga nggak melebar ke mana-mana banget sih (latihan konsistensi pembahasan topik). Tapi seperti yang sudah gue sebutkan pada disclaimer di atas, gue bukan knight in shining armour, dan mungkin postingan blog ini lebih merujuk kepada rangkuman tentang "bajakan vs ori" dan (mungkin) membentuk mindset untuk solusi penengahnya.
Gue tertarik membahas ini karena perfilman merupakan salah satu hal yang paling mudah dan cepat dibajak, terutama dengan adanya sistem torrent. Sederhananya, tiap kali suatu film sudah ada digital download-nya (yang beneran legal dan berbayar), tidak lama pasti akan menyusul juga "digital download" lainnya alias bajakannya di website torrent terdekat. Tidak usah terlalu gue dramatisir, tentunya pembajakan film melalui unduh gratis ini merugikan para sineas dengan jumlah yang tidak sedikit.
Jangankan nunggu setelah unduhan legalnya keluar, gue lumayan percaya film bajakan dengan embel-embel "[CAM]" harusnya masih ada juga, padahal jujur aja itu kualitasnya jelek banget. Jelek karena itu orang yang beneran ngerekam film pada layar bioskop pakai handicam. Yang nonton juga bisa jadi antara nggak sabar nunggu masuk sini (Indonesia), di daerah tempat tinggal nggak ada bioskop, nggak punya sense of appreciation, atau malah bisa juga pas lagi nggak ada duit jajan. Alasan yang terakhir ya gue juga merasakan sih masa-masa kayak gitu.
Gimana ya, rasanya dengan super sotoy juga, gue pengen melontarkan bahwa "kalian ngerti gak sih apa yang membuat dunia ini berputar? Tepatnya selain karena Bumi punya rotasi dan revolusi sendiri?" Jawabannya ya sederhana: uang. Tahu kenapa tiap tahun, dan dari berbagai negara bisa tetap memproduksi film baru? Perputaran uang. Serta perputaran uang lah yang membuat para sineas masih bisa berkarya. Bisa pergi nonton ke bioskop atau bayar jasa streaming legal? Perputaran uang juga. Uang tu bukan jatoh dari langit begitu saja.
"Tapi kan, kalo kita beli DVD bajakan, kita ngebayarin biaya hidup pedagang DVD bajakannya! Termasuk dia bayar sewa lapaknya di suatu pusat perbelanjaan! Termasuk mungkin proses abangnya torrent film sama burning DVD-nya!" Eh............ Gimana ya.
Mungkin, mungkin saja, di antara kalian, yang entah ikut gerakan sayap tertentu apapun itulah, bisa saja kalian berpikir seperti misalkan "ah film barat itu produk kapitalisme". Tapi pas kalian kerja namun diupah tidak sesuai, kalian juga berpikir yang mempekerjakan kalian itu kapitalis (dan tepatnya: rakus). Dunia produksi film tentunya bergantung dari pemasukan yang diterima bioskop dan diperhitungkan lagi pembagian labanya. Kalau kalian tidak mendukung suatu film dengan (bangganya) mengunduh secara ilegal, kalian tidak menghargai jerih payah para staf/kru yang terlibat. Sederhananya sih, karma itu nyata, tapi kita sering nggak sadar aja.
"Lho memangnya gitu ya gan?" Lho kalian kira film itu muncul dari sumber mata air di pegunungan? Atau mungkin mikirnya bikin film itu gampang? Gini deh, bagi pembaca yang merupakan kaum pekerja, kalian itu bekerja karena yang mempekerjakan kalian mau memproduksi/menghasilkan sesuatu. Sama halnya dengan film, staf yang bekerja dari bawah sampai atas ya mencari nafkah dari situ, dan pendapatan dari tayangnya film-film tersebut di bioskop ya selain untuk menggaji staf, sukur-sukur bisa bikin sekuel.
Mungkin kalian akan lebih mudah memahami penjelasan sederhananya mas Joko Anwar ini:
Cuitan lengkap mas Joko Anwar untuk yang ini bisa dibaca di sini
Dan ini adalah dari sini
"Kenapa kamu cuman ngutip/ngambil sumbernya dari mas Joko Anwar doang?" Ya karena kebetulan lagi lewat di linimasa medsos gue. Ya seperti yang gue sebut di atas, yang ngoceh soal pembajakan film juga udah banyak, bukan cuma mas Joko Anwar seorang, atau bahkan gue yang punya akun blog ini.
Gue jujur aja sih, kalau kalian merasa bajakan adalah go-to-nya kalian, berarti juga ada yang salah dengan skala prioritas dan/atau manajemen keuangan bulanan kalian. Ayolah, di masa pandemi ini, beberapa penyedia jasa streaming legal nonton film ada yang lagi ngasih diskon atau bahkan harga yang memang murah dari awal untuk biaya berlangganan. Dengan kata lain, penyedia jasa streaming tontonan tersebut memang sudah ada di Indonesia, dan juga bisa diakses dengan sentuhan jari pada gawai kalian. Lagipula harga murah ini ya karena mereka memang nyari pengguna baru pada aplikasi mereka yang tersedia pada beragam gawai/gadget.
Maksudnya, cobalah atur keuangan secara sehat. Bisa kok. Kurang-kurangilah hal yang nggak penting-penting amat, dimana uang kita biasa pergi ke hal itu. Lagipula meskipun pendapatan perkapita negara kita bukan yang tinggi-tinggi banget, tapi tingkat konsumerisme kita juga lumayan tinggi, aneh bukan? Ini bisa dicari sendiri lewat Google.
"Nonton film kayaknya nggak penting gan. Ngebajak aja kayaknya bisa." Hoo boy... Tolong lah mindset-mu itu diubah.
~
Meski blog ini banyak kata-kata yang terkesan ngegas, gue sebenernya memahami sih kenapa bajakan masih berlanjut, nggak sedikitlah alasannya. Semua itu juga kembali ke diri masing-masing aja. Kalopun udah nemu link untuk donlot filmnya secara ilegal, nggak usah diumbar-umbar, karena kalo di zona pertemanan gue sih, yang penting cukup tau aja bahwa nggak semua film ada unduhan/streaming legalnya. Kalo ditanya "udah nonton film A?" cukup jawab "oh udah" dan tidak usah ditambahin lewat yang mana, legal atau ilegal. Kalo mau tahu link gitu-gitu mah mending dibahas lewat pesan pribadi aja.
Tunggu, Ada Hal Lain Lagi yang Harus Dibahas...
Pembajakan film terjadi juga tidak lepas dari distribusi film yang tidak merata di negara-negara tertentu. Postingan ini sebenarnya nggak pengen ngebahas film holiwut aja, tapi film dari negara lain yang sebenarnya juga sukses ataupun berkualitas cukup baik di negara asalnya, tapi nggak dibawa ke bioskop di sini.
Kita (gue, dan kalian) tahu lah bahwa bioskop "angka romawi" kerjaannya adalah menayangkan film Amerika Serikat/Hollywood dan juga film Indonesia, sedangkan bioskop "C1" dan "C2" kerjaannya adalah menayangkan film di lainnya di luar negara Amerika Serikat dan Indonesia, terutama membawa film Korea Selatan, Jepang, bahkan Thailand. Oh tapi karena tiga nama bioskop ini merupakan jaringan waralaba, bioskop-bioskop tersebut tentunya tidak lepas dari bantuan distributor film mancanegara. Ada distributor yang sudah ahlinya membawakan judul dari negara-negara tertentu, maka selanjutnya akan bekerja sama dengan nama bioskop tertentu juga agar film-film tersebut bisa tayang. Kalo film Eropa kayaknya masih ngikut festival film yang ada di sini seinget gue.
Memang, sebenernya nggak bisa disalahin juga ada judul-judul tertentu yang nggak masuk sini, padahal bisa saja itu film yang bagus banget, critically acclaimed gitu. Tapi distributor film juga punya target capaian sendiri sih, dan tidak, atau belum berani ambil resiko untuk masukin film-film yang lumayan asing di telinga target audience. Again, mereka juga tetep harus cari untung/profit buat perusahaan mereka sendiri, menggaji orang-orang yang bekerja di dalamnya.
"Kan ada film-film yang jelek cuman buat eksploitasi genre sama cash grab gan!" Nah itu... Itu ada pasarnya sendiri jelas. Inget masa di mana film horor lokal harus mengundang bintang film dewasa dari Jepang untuk berperan di dalamnya? Itu murni eksploitasi genre horor dan nyari untung alias cash grab/cash-in. Sejarang-jarangnya gue nonton film horor lokal, film ini ada karena staf produksinya melihat adanya potensi untuk mengeruk keuntungan dengan cara begitu, dan memang balik modal banget di masanya. Gue ngerasa production house/PH juga sadar bahwa kaum lelaki suka nonton film kayak begitu, PH mengundang aktris tertentu untuk berperan di dalamnya, menarik minat penonton lelaki, dan profit.
Disamping itu, pada masa toko musik/film fisik masih buka waktu dulu, distributor DVD film asli juga tidak berani untuk bikin kesempatan untuk masukin film yang di luar awareness penonton yang ada di sini. Waktu tahun berapa ya, 2013 kayaknya, itupun sudah masa suram bagi toko-toko tersebut karena sudah muncul terpaan arus digital.
~
Akhir kata, gue pengen para pembaca sekalian untuk bisa menghargai diri sendiri dan juga orang lain. Hargai diri sendiri aja dulu, you're breathing, you're alive, punya pekerjaan tetap, digaji, bisa makan/minum tiap hari, lah tapi ini berasanya juga mensyukuri apa yang kita punya ya. Lalu sesudahnya ya hargai juga orang lain. Dengan menghargai orang lain, orang tersebut ya tentunya ikut bahagia, dan yang terpenting juga orang tersebut merasa beneran "ada" dan bukan cuman angin lalu. Begitu juga dengan industri hiburan visual seperti perfilman gini.
P.S.
Begitu juga dengan menghargai blog ini, emangnya ada yang baca? Wkwkwkwkwk... Who am I kidding anyway.
Komentar
Posting Komentar