Kursus Ilustrasi Daring? Sepadan kah? Bagian 1
Jadi, sekarang ini, gue ikut suatu kursus ilustrasi daring.
Disclaimer: Gue gak dibayar ama lembaga tersebut untuk nulis ini, tapi gue mau berbagi pengalaman soal ikut ginian. Btw nama mereka belom se-terkenal lembaga kursus daring yang lain. Juga blog ini bakalan lumayan panjang tentang pengalaman singkat gue (sejauh ini), daripada sepadan nggaknya ikut ginian.
Jadi disamping gue menganggur dan kembali nge-blog, gue memutuskan untuk kembali aktif mengikuti suatu kursus daring yang mengajarkan teknik menggambar dan ilustrasi. Lembaga kursus daring yang gue ikuti ini adalah Society of Visual Storytelling, yang selanjutnya dalam blog ini akan gue singkat jadi SVS. Situs mereka adalah di svslearn.com.
Gue pertama kali memutuskan ikut SVS adalah pada pertengahan September 2019 lalu. Gue ikut ini karena ada promo gratis di bulan pertama, dan mulai bayar di bulan kedua. Promo gratisnya ini karena Inktober, salah satu bentuk tantangan menggambar bulanan dimana pada bulan Oktober semua seniman ilustrasi/gambar membuat karya hanya dengan tinta.
Nah sialnya nih, gue jujur aja ya kenapa gue sebut sialnya, adalah karena gue saat itu masih ngantor. Ngantor gue itu melelahkan banget, terutama dari segi perjalanan pergi dan pulangnya. Sehingga tiap gue balik kantor, alih-alih sempet belajar, paling gue langsung rebahan, chat sama gebetan (yang sekarang sudah jadi pacar hehe), cek medsos, makan malem, mandi dan seringkali diakhiri dengan ketiduran; sempat juga diselingi dengan buka YouTube atau Netflix. Nah hal-hal inilah yang sebenernya nggak salah banget kalo kaum milenial itu sering disebut kaum rebahan, lah abis beraktivitas seharian lumayan melelahkan, dan hanya ingin dilanjutkan dengan beristirahat. Buktinya ya gue ini.
Gue pernah mencoba belajar kursus daring ini (dengan bentuk menonton video pengajarnya ngomong satu arah) dengan dua cara, malem setelah pulang kerja yang memang dipaksakan untuk melek, dan sambil nongkrong di restoran cepat saji atau kafe terdekat. Jujur saja, kedua cara ini tidak pernah efektif. Dimulai dengan cara maksain tetep melek (tanpa kopi), hanya bertahan sebentar dan sudah harus tidur. Pada titik ini, gue sering concern sama kesehatan gue sendiri, sehingga gue gak berani maksain belajar di larut malam, apalagi karena besok masih ngantor. Tepatnya karena sudah lelah sama ngantor dan perjalanannya itu, letih itu serangan nomer 1 banget bagi gue untuk bisa belajar.
Lalu dengan cara yang kedua, nongkrong di restoran cepat saji maupun kafe, bentuk ketidak-efektifannya adalah perjalanan pulang dari kantor tetaplah melelahkan meskipun gue inisiatif melakukan pit stop, untuk numpang belajar dilengkapi memesan menu murah/ngemil. Dengan cara nongkrong ini juga, tentunya gue harus ngerogoh uang saku, karena dengan gue berada di sana, tidak mungkin tidak memesan menu makanan atau minuman. Disamping jadinya boros, seringkali di sana pun malah ramai. Maksudnya kalo gue lagi mampir ke resto cepat saji "M" malah bukan pas sepi, sehingga gue sulit sekali untuk konsentrasi.
Hal-hal di atas hanya berakhir pada... Kursus ini jadi kurang kepake, dan semacam rugi bayar. Oh iya, kursus ini kalo nggak salah dikenakan harga US$24,99, jadinya sekitar Rp 346.000 sebulan (kurs menyesuaikan). And yeah, I went to such a great length indeed, padahal ada beberapa situs kursus daring lain yang (kayaknya) lebih murah.
Oh, satu hal yang gue lupa jelaskan, kenapa gue ambil kursus daring ini sih?
Karena...
(bersambung)
Sumber gambar: laman Facebook Society of Visual Storytelling (SVS)
Disclaimer: Gue gak dibayar ama lembaga tersebut untuk nulis ini, tapi gue mau berbagi pengalaman soal ikut ginian. Btw nama mereka belom se-terkenal lembaga kursus daring yang lain. Juga blog ini bakalan lumayan panjang tentang pengalaman singkat gue (sejauh ini), daripada sepadan nggaknya ikut ginian.
Jadi disamping gue menganggur dan kembali nge-blog, gue memutuskan untuk kembali aktif mengikuti suatu kursus daring yang mengajarkan teknik menggambar dan ilustrasi. Lembaga kursus daring yang gue ikuti ini adalah Society of Visual Storytelling, yang selanjutnya dalam blog ini akan gue singkat jadi SVS. Situs mereka adalah di svslearn.com.
Gue pertama kali memutuskan ikut SVS adalah pada pertengahan September 2019 lalu. Gue ikut ini karena ada promo gratis di bulan pertama, dan mulai bayar di bulan kedua. Promo gratisnya ini karena Inktober, salah satu bentuk tantangan menggambar bulanan dimana pada bulan Oktober semua seniman ilustrasi/gambar membuat karya hanya dengan tinta.
Nah sialnya nih, gue jujur aja ya kenapa gue sebut sialnya, adalah karena gue saat itu masih ngantor. Ngantor gue itu melelahkan banget, terutama dari segi perjalanan pergi dan pulangnya. Sehingga tiap gue balik kantor, alih-alih sempet belajar, paling gue langsung rebahan, chat sama gebetan (yang sekarang sudah jadi pacar hehe), cek medsos, makan malem, mandi dan seringkali diakhiri dengan ketiduran; sempat juga diselingi dengan buka YouTube atau Netflix. Nah hal-hal inilah yang sebenernya nggak salah banget kalo kaum milenial itu sering disebut kaum rebahan, lah abis beraktivitas seharian lumayan melelahkan, dan hanya ingin dilanjutkan dengan beristirahat. Buktinya ya gue ini.
Gue pernah mencoba belajar kursus daring ini (dengan bentuk menonton video pengajarnya ngomong satu arah) dengan dua cara, malem setelah pulang kerja yang memang dipaksakan untuk melek, dan sambil nongkrong di restoran cepat saji atau kafe terdekat. Jujur saja, kedua cara ini tidak pernah efektif. Dimulai dengan cara maksain tetep melek (tanpa kopi), hanya bertahan sebentar dan sudah harus tidur. Pada titik ini, gue sering concern sama kesehatan gue sendiri, sehingga gue gak berani maksain belajar di larut malam, apalagi karena besok masih ngantor. Tepatnya karena sudah lelah sama ngantor dan perjalanannya itu, letih itu serangan nomer 1 banget bagi gue untuk bisa belajar.
Lalu dengan cara yang kedua, nongkrong di restoran cepat saji maupun kafe, bentuk ketidak-efektifannya adalah perjalanan pulang dari kantor tetaplah melelahkan meskipun gue inisiatif melakukan pit stop, untuk numpang belajar dilengkapi memesan menu murah/ngemil. Dengan cara nongkrong ini juga, tentunya gue harus ngerogoh uang saku, karena dengan gue berada di sana, tidak mungkin tidak memesan menu makanan atau minuman. Disamping jadinya boros, seringkali di sana pun malah ramai. Maksudnya kalo gue lagi mampir ke resto cepat saji "M" malah bukan pas sepi, sehingga gue sulit sekali untuk konsentrasi.
Hal-hal di atas hanya berakhir pada... Kursus ini jadi kurang kepake, dan semacam rugi bayar. Oh iya, kursus ini kalo nggak salah dikenakan harga US$24,99, jadinya sekitar Rp 346.000 sebulan (kurs menyesuaikan). And yeah, I went to such a great length indeed, padahal ada beberapa situs kursus daring lain yang (kayaknya) lebih murah.
Oh, satu hal yang gue lupa jelaskan, kenapa gue ambil kursus daring ini sih?
Karena...
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar